Ini hari yang kesekian tanpa hitungan, jika awal masih kau
pertanyakan. Serpihan hati ini bersuara lantang seperti keanehan jaman ia
mengarahkan suara yang terkadang terasa parau dan sumbang untuk membuatmu
sejenak menghentikan langkahmu jika kau sudah mampu tanpa ada lagi paksa.
Mengenali sebentuk tubuh bak menghimpit rapatnya pribadi menggugus lekat tanpa
bersapa dengan diksi negeri ini ; tanpa menama ia seperti makhluk tak berbahasa.
Gerigi yang berporos membawa lekat pekat lumuran licin merayap tanpa kenal
lelah menjejak tanpa melihat tumpu pada setiap pilihan minat terus melesat berbalik berlawan jika ia
punya hakikat kemanusiaan.
Dilipih seruang hati dambaannya untuk dipahatkan tanda
keaslian sapa dirinya menjauh dari semua mata yang menanti ingin mengerti.
Kedip mata tak selama bersin atau membuang upil pun telah menghilangkan
momentum terindah yang dapat diabadikan untuk melihatnya. Jika tak seperti
kilat dilangit ia bisa memberi kecemasan tak selayak bagi siapa yang pernah
mencoba ingin memberi kata mengapa pula harus terurung dan membiarkannya pergi
dengan segala kegundahannya.
Gambaran benang kusut mungkin dapat menjadi pilihan untuk
mengatakan lintas pijar larinya walau ini terlalu sederhana untuk disejajarkan
dengan keasliannya yang tak ingin diukir oleh alat ilmuwan dan rumus-rumus
keilmuannya. Mengapa bentuk dan rupa tetap disanjung dengan aneka pewarnaan
yang membuat semakin tak jelas apalagi untuk diraba dengan jari-jari tangan
penggenggam keuntungan-keuntungan pribadi yang terselubung dibalik kamuflase
kemanisan pasar-pasar semu yang menyatakan dirinya selalu terbaik dibalut
testimoni-testimoni murahan dan tanpa ada kesempatan sanggah bagi mereka yang
hanya bisa dan boleh terdiam.